Kamis, 29 Juli 2010

Profil Nyoman Rudana

Meski telah berkali-kali mengunjungi dan menyaksikan semua koleksi seni rupa yang terpajang di Museum Puri Lukisan, seolah tanpa pernah merasa jemu, Nyoman Rudana muda masih saja kerap kembali mendatangi salah satu museum di kawasan Ubud tersebut. Kebiasaan itu dilakukannya semenjak ia duduk di bangku SMP, terutama ketika kebetulan ada salah seorang gurunya yang berhalangan mengajar. Dengan waktu senggang sekitar satu atau dua jam itulah, Nyoman Rudana kemudian membujuk kawan-kawannya untuk menemaninya pergi ke museum yang jaraknya tak seberapa jauh dari tempatnya menempuh ilmu.

Bagi teman-temannya, kebiasaan Nyoman ini cenderung dianggap tak lazim. Pada umumnya, setelah sekali saja mengunjungi museum, lantas mereka akan merasa bosan dan enggan bila harus kembali ke museum itu lagi.. Tapi berbeda dengan Nyoman. Ia betah berada di museum berjam-jam, menikmati satu lukisan ke lukisan lainnya, seakan hendak meresapi jiwa serta emosi yang terkandung dalam hasil karya seni para maestro lukis Bali. Ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, sebab orangtuanyapun ternyata telah lama bergelut dalam bidang seni budaya Bali. Sang ibu tak lain adalah seorang penjahit dan pengukir janur, yang piawi menghasilkan aneka sarana upacara yang tidak hanya memiliki nilai religiusitas, namun juga memiliki pola khasnya yang mampu memberikan nilai keindahan tersendiri. Di sisi lain, ayahnya, bahkan ketika sedini usia 6 tahunan telah tergabung dalam suatu kelompok penabuh di desanya. Itu semua menjadi suatu pengalaman yang terbukti kian mengasah kepekaannya pada nada-nada pentatonis khas Bali.

Setamat SMA, Nyoman Rudana sempat mendaftarkan diri ke AKABRI angkatan darat. Akan tetapi ia ternyata tidak lulus uji seleksi tahap akhir. Akhirnya, ia pun memilih melanjutkan studi di PGSLP, sebuah sekolah pendidikan guru yang berlokasi di Madiun, Jawa Timur. Dan setelah menyelesaikan pendidikannya, Nyoman Rudana mengabdikan dirinya sebagai pengajar. Sesungguhnya ia amat menyukai pekerjaan ini, namun sayang, tuntutan ekonomi era 1965 membuatnya harus mencari mata pencaharian sampingan. Mungkin itu semua menjadi sudah suratan takdir. Nyoman Rudana lantas menjadi pramuwisata, mengantarkan turis-turis mancanegara pergi ke obyek-obyek wisata, salah satunya ialah museum. Maka, Nyoman Rudana seolah mengulang kembali masa silamnya. Sekali lagi ia berkesempatan menikmati hasil karya para seniman. Hanya saja kini ia harus menjelaskan segala sesuatu yang terkait dengan karya seni tersebut kepada wisatawan, berdasarkan wawasan yang terus tekun diperdalamnya.

Boleh dikata Nyoman Rudana adalah sosok yang cekatan dalam meraih peluang masa depan. Melalui pengalamannya sebagai pramuwisata, bersama istrinya, Ni Wayan Olastini, ia lalu merintis usaha bisnis di bidang seni rupa. Alhasil, pada tahun 1974, The Rudana Painter Community, sebuah studio seluas 4 x 5 meter pun berdiri, di kawasan Sanur, Bali. Studio ini berfungsi sebagai wadah pembinaan dan pengembangan kreativitas seni lukis para seniman lokal untuk membantu mereka dalam memasarkan hasil karyanya.

Kegigihan Nyoman Rudana tak terhenti sampai di sana. Sukses yang diraihnya di Sanur, pelan-pelan mendorongnya untuk mendirikan Rudana Fine Art Gallery pada tahun 1978 di Peliatan, Ubud, yaitu tanah kelahirannya yang juga sekaligus menjadi rumah tinggal keluarga Rudana saat ini. Semenjak itulah, berkat kegigihan, kerja keras serta ketekunannya, usaha Nyoman Rudana kian meningkat. Kini, ia bersama putra-putranya telah mendirikan beberapa usaha lain di bidang seni, semisal Genta Fine Art Gallery, Rudana Art Foundation, The Kristina House of Jewelry dan The Candi Fine Art Gallery, serta usaha di luar bidang seni budaya, seperti freight forwarding, ekspor, resort and spa, SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) hingga usaha-usaha pengembangan sumber daya manusia, dan sebagainya.

Di tengah kesibukannya, Nyoman Rudana hampir tak pernah berhenti dari aktivitas usahanya yang beragam. Bahkan, ternyata ia masih tetap berupaya melakukan pengabdian bagi masyarakat, terutama para seniman, bukan hanya yang berasal di Peliatan ataupun sekitarnya, bahkan juga seluruh Indonesia, sebagaimana yang selama ini dicita-citakannya.

Sebagai usaha untuk melestarikan dan memajukan seni di Ubud, maka pada tahun 1980, Nyoman Rudana mendirikan Yayasan Pendidikan Udaya Ukir, dengan fokus pada pendidikan dasar dan menengah. Di sisi lain, Yayasan Seni Rudana pun kerap membantu anak-anak serta pemuda di Bali dalam menempuh pendidikan di bidang senirupa, tari, dan musik. Tahun 1995, ia juga mempelopori Ksatria Seni Award, penghargaan seni yang diberikan setiap empat tahun sekali kepada individu maupun organisasi yang mendedikasikan hidupnya untuk memajukan seni di tanah air.

Setelah berhasil membina seniman lokal, secara perlahan Nyoman Rudana dipercaya untuk turut membantu berbagai organisasi dengan cakupan bidang dan lingkup yang lebih luas, misalnya sebagai Ketua Bali Art Shops Association (BAA) pada tahun 1980-1985. Dalam kiprahnya sebagai Ketua BAA, Nyoman Rudana selalu memberikan dukungan kepada para seniman Bali agar dapat berkembang, di mana galeri bukan semata difungsikan sebagai sarana jual-beli lukisan, namun sekaligus juga sebagai sentra paguyuban para seniman Bali. Pada tahun 2000, Nyoman Rudana turut menggagas pendirian Himpunan Museum Bali atau HIMUSBA, bersama pendiri museum lainnya.
Atas segala jasanya dalam melestarikan dunia seni dan permuseuman, Nyoman Rudana telah menerima beberapa penghargaan, di antaranya:

1. Penghargaan L’albero dell’umanita (Pohon Kemanusiaan dan Perdamaian) dari Pemerintah Italia atas apresiasi Nyoman Rudana dalam misi perdamaian melalui seni. Perhargaan ini diberikan beberapa bulan setelah Museum Rudana menyelenggarakan pameran lukisan di Vetralla, Italia, pada tahun 2000.
2. Perhargaan Upakarti, dianugerahkan oleh Presiden Soeharto sebagai tanda jasa dalam bidang Pembinaan dan Pengembangan Industri Kecil dan Kerajinan dalam rangka Pengembangan Industri Nasional, 14 Desember 1994.
3. Lempad Prize Award (1985) diberikan oleh Sanggar Dewata Indonesia sebagai penghargaan terhadap komitmen dan upayanya dalam mempromosikan seni budaya Indonesia.

Sejalan dengan kemajuan pesat yang dicapai melalui usaha galerinya, Nyoman Rudana mulai gemar mengoleksi lukisan. Sejak semula ia memang mencintai karya-karya senirupa. Namun, setelah itu, timbul dorongan dan tanggung jawab yang lebih besar, yakni untuk turut melestarikan karya-karya seniman nusantara. Koleksinya kian bertambah saja, dan sebagai pengusaha, Nyoman Rudana makin menyadari pentingnya suatu institusi di mana ia dapat mendedikasikan pelestarian seni-budaya tersebut sekaligus membangun semangat, jiwa, dan hati nurani perusahaan itu sendiri.

Pada tanggal 22 Desember 1990, peletakan batu pertama Museum Rudana dilakukan di Kawasan Seni Rudana, Ubud, di areal satu kompleks dengan Rudana Fine Art Gallery. Pembangunan museum ini dilakukan secara bertahap hingga menjadi perwujudan konsep yang benar-benar ia inginkan. Setelah pembangunan rampung, tepatnya pada hari Jumat Paing Matal tanggal 11 Agustus 1995, Museum Rudana dipelaspas (mendapatkan upacara pemberkatan). Museum Rudana menampilkan seni rupa, lukisan, patung dan kerajinan visual lainnya. Pada hari Selasa tanggal 26 Desember 1995, Presiden RI Soeharto meresmikan pembukaan Museum Rudana, bertepatan dengan perayaan Kemerdekaan Indonesia yang ke-50 (Indonesia Emas).

Sejalan dengan pertambahan usia, semangat Nyoman Rudana untuk menggali ilmu tak pernah padam. Ia bahkan melanjutkan studinya di bidang master public administration. Nyoman Rudana menanamkan kesadaran akan pentingnya pendidikan dan ilmu pengetahuan kepada anak-anaknya, dan memberikan dukungan agar putra putrinya dapat menuntut ilmu setinggi-tingginya, bahkan bila perlu hingga ke luar negeri. Baginya, yang terpenting adalah mewariskan pengetahuan, jiwa kepemimpinan dan pengabdian bagi nusa dan bangsa, terutama dalam menumbuhkan kesadaran akan pelestarian nilai-nilai tradisi dan budaya tanah leluhur. Tak hanya itu, kepada putra-putrinya, ia menanamkan pula sikap positif untuk memahami local genius (kearifan lokal) lalu menggerakan kearifan ini secara universal, sebagaimana pengetahuan yang dulu diperolehnya dari orang tua dan lingkungannya.

Jumat, 30 Januari 2009

Nyoman Rudana and Museum Rudana- A Dedication

Part 1




Part 1 A -1



Part 1 A-2




Part 1 B



Part 2 A



Part 2 B

Kamis, 06 November 2008

Selasa, 15 Juli 2008

Menanggulangi dampak perubahan iklim :Think Simple, Start Small

Beberapa minggu lalu, saya diberi company profile oleh sebuah perusahaan asing dalam bentuk PQI card. Bentuknya sebesar kartu kredit, dengan chip di ujungnya. Sebagai orang yang cukup awam dalam bidang IT, sekalipun saya bukan orang yang terlalu gaptek, maka sekalipun saya tidak mengerti cara penggunaannya, saya tidak menanyakannya kepada si pemberi. Gengsi kan. Saya pikir, nanti toh staf saya juga paham. Ternyata staf saya tidak paham juga mengenai penggunaan kartu tsb. Lalu kami coba baca melalui card reader, tidak bisa juga. Ya sudah, saya minta staf saya untuk explore cara penggunaannya.

Dua minggu kemudian, staf ini meng sms saya ( karena saya sedang reses dan berada di Bali ), sedangkan staf ini berkantor di Jakarta. “Pak, PQI card ini sama fungsinya seperti flashdisk, hanya kapasitasnya lebih besar. Saya sudah cek ke yahoo untuk mengetahui penggunaannya, ternyata cukup dicolok ke USB port saja. Isinya berupa film mengenai profil perusahaan tersebut.”

Jadi waktu itu saya terpesona dengan teknologi yang saya anggap canggih ini dan company ini tentunya canggih sekali karena menggunakan PQI, sehingga baik saya, maupun sfat tsb, tidak berpikir untuk mencoba mencolokkannya langung ke USB port.

Begitu juga dengan kebanyakan dari kita dalam menanggapi isu perubahn iklim. Saya sendiri, merupakan peserta Konvensi Perubahan Iklim PBB ( UN Climate Change ) yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali tanggal 3 – 14 Desember 2007 lalu. Ini merupakan konvensi tingkat dunia, dihadiri oleh sekitar 138 negara. Event gegap gempita yang buat saya sebagai orang Bali membanggakan, karena merupakan pengakuan dunia akan dua hal utama : pertama adalah diakuinya keamanan Bali oleh dunia, terlepas dari maraknya isu terorisme di Indonesia belakangan ini. Kedua diakuinya Bali sebagai pulau yang cukup berhasil menjaga kelestarian alamnya. Setelah setengah tahun konvensi berlangsung, bagaimana gaungnya ? Bagi banyak kalangan, termasuk saya sendiri awalnya, pelaksanaan konvensi ini harus dalam skala besar, dengan berbagai mekanisme seperti REDD, CDM ( Clean Development Mechanism ) dll. Padahal dampak perubahan iklim harus ditanamkan kepada masyarakat luas dengan aplikasi yang sederhana. Melakukan perubahan haruslah dari internal, contohnya, Indosat dalam billing statementna menanyakan kepada pelanggan, apakah pelanggan tsb bersedia menerima laporan tagihan via email, sebagai komitmen mereka untuk mengurangi penggunaan kertas. Kertas berasal dari kayu, dan mengurangi penggunaan kertas berarti ikut melestarikan hutan. Ernst and Young juga melakukan serupa, dengan mencantumkan “thank you for considering the environmental impact of printing emails “ di bawah signature pengirim emailnya. Honda mengembangkan mobil Hybrid yang mengeluarkan gas buang lebih sedikit.

Lebih jauh lagi, kita di Indonesia sekarang sedang mengalami krisis listrik. Penghematan listrik yang kita lakukan akan berdampak bagi berkurangnya frekuensi pemadaman listrik. Dan bagi industri, tidak perlu lagi melakukan alokasi jam kerja ke hari Sabtu Minggu. PLN memerlukan batubara sebagai pembangkit listriknya, dan batubara merupakan bahan bakar yang berasal dari fosil, yang termasuk ke dalam energi tak terbarukan. Dan energi tak terbarukan memproduksi emisi gas buang yang besar, yang merusak lapisan ozon. Dan seterusnya.

Jadi, menanggulangi dampak perubahan iklim berasal dari diri sendiri. Think simple, start small.

Balinese costumes

Barack Obama's Inauguration Speech

Kesatria Seni Award and painting exibition 2008 at Museum Rudana

My Amazon favorites

Senator Nyoman Rudana

Senator Nyoman Rudana
Sesaat Setelah pebukaan Asian Parliament Assembly

Senator Nyoman Rudana

Senator Nyoman Rudana
Senator Nyoman Rudana Suported president SBY in planting trees against climate change

Bersama Putri Indonesia 2008

Bersama Putri Indonesia 2008
Senator Nyoman Rudana Pose dgn Putri Indonesia

Menbudpar Jero Wacik pada pembukaan _JOGED

Menbudpar Jero Wacik pada pembukaan _JOGED

JOGED

JOGED
JOGED-saat pembukaan Pameran Lukisan Ida Bagus Indra 26 April 2008

Dengan ketua STA LAN-Jakarta- Prof. Johanes Basuki,MPsi

Dengan ketua STA LAN-Jakarta- Prof. Johanes Basuki,MPsi